ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRITIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Gastritis
atau inflamasi mukosa lambung merupakan gangguan kesehatan yang paling sering
dijumpai diklinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis
bukan pemeriksaan histopatologi. Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa
gaster tidak berkolerasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya
keluhan dan gejala klinis pasien berkolerasi positif dengan komplikasi
gastritis.
Salah
satu penyebab dari gastritis adalah infeksi Helicobacter pylori. Di negara berkembang prevalensi infeksi Helicobacter
pylori pada orang dewasa mendekati 90%, sedangkan pada anak prevalensinya
lebih tinggi lagi. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori yang
dinilai dengan urea breath test pada pasien dispepsi dewasa, menunjukkan
tendensi menurun. Di Negara maju, prevalensi infeksi kuman Helicobacter
pylori pada anak sangat rendah. Diantara orang dewasa prevalensi infeksi
kuman Helicobacter pylori lebih tinggi dari anak-anak tetapi lebih
rendah daripada di negara berkembang yakni sekitar 30%. Menurut
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) dan Kelompok Studi Helicobacter
Pylori Indonesia (KSHPI) tahun 2001, menyatakan diperkirakan 20% dari penduduk
Negara Indonesia telah terinfeksi oleh Helicobacter pylori ( Sjamsuhidayat dan Wim De Jong, 2004 )
Penyebab
dari gastritis menurut Herlan tahun 2001 yaitu asupan alkohol berlebihan (20%),
merokok (5%), makanan berbumbu (15%), obat-obatan (18%) dan terapi radiasi
(2%), sedangkan menurut Hasna dan Hurih tahun 2009 gastritis bisa juga
disebabkan karena, infeksi bakteri, stress, penyakit autoimun, radiasi dan Chron’s
Disease. ( Rifa Sa'yan Rahayoe,
2012 )
Gejala
gastritis dapat bervariasi dari keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti
anoreksia, ras penuh, bersendawa atau mual, distress epigastrik yang tidak jelas sampai gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan hematemesis (Sylvia A.Price dan Lorraine M.Wilson, 2005)
Bentuk terberat pada gastritis disebabkan oleh mencerna
asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau
perforasi. Pembentukan jaringan perut dapat mengakibatkan obstruksi pilorus. Gastritis juga
merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik akut. Oleh sebab itu setiap orang
perlu berhati-hati dalam menjaga pola hidup dan makanan yang dikonsumsi.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1
Anatomi dan Fisiologi Sistem
Pencernaan
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan
kelenjar-kelenjar pencernaan. Fungsi sistem pencernaan adalah memperoleh
zat-zat makanan yang dibutuhkan bagi tubuh.
a. Struktur Histologi Umum Saluran
Pencernaan
Saluran pencernaan umumnya mempunyai
sifat struktural tertentu yang
terdiri atas 4 lapisan utama yaitu:
lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.
1) Lapisan mukosa terdiri atas epitel pembatas; lamina propria yang
terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh darah kapiler
dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengandung juga kelenjar-kelenjar
dan jaringan limfoid; dan muskularis mukosae.
2) Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang dengan banyak
pembuluh darah dan limfe, pleksus saraf submukosa (juga dinamakan Meissner),
dan kelenjar-kelenjar dan/atau jaringan limfoid.
3) Lapisan otot tersusun atas: (1) sel-sel otot polos, berdasarkan
susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut arah utama sel-sel otot yaitu
sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (sirkuler); pada
sublapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal). (2) kumpulan saraf yang
disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara 2 sublapisan
otot. (3) pembuluh darah dan limfe.
4) Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1) jaringan
penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa; dan (2)
epitel gepeng selapis (mesotel).
Fungsi utama epitel mukosa saluran
pencernaan adalah:
a) Menyelenggarakan sawar (pembatas), bersifat permeabel selektif
antara isi saluran dan jaringan tubuh.
b) Mempermudah transpor dan pencernaan makanan
c) Meningkatkan absorpsi hasil-hasil pencernaan (sari-sari makanan).
Sel-sel pada lapisan ini selain menghasilkan mukus juga berperan dalam
pencernaan atau absorpsi makanan.
b. Lambung
Lambung merupakan segmen saluran
pencernaan yang melebar, yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang
telah dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme).
Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang dinamakan
rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut menembus lamina
propria, membentuk alur mikroskopik yang dinamakan gastric pits atau foveolae
gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang terletak di dalam lamina
propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini. Epitel pembatas
ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi mukus. Lambung
secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan
pylorus.
1) Daerah Kardia
Kardia merupakan peralihan antara
oesofagus dan lambung. Lamina proprianya mengandung kelenjar-kelenjar kardia
turbular simpleks bercabang, bergelung dan sering mempunyai lumen yang besar
yang berfungsi mensekresikan mukus. Kelenjar-kelenjar ini strukturnya sama
seperti kelenjar kardia bagian terminal oesofagus dan mengandung (dan mungkin sekresi)
enzim lisosom.
2)
Korpus dan Fundus
Lamina mukosa tersusun atas 6 jenis sel yaitu: sel-sel mukus istmus,
sel-sel parietal (oksintik), sel-sel mukus leher, chief cells (sel zimogenik),
sel-sel argentafin, dan sel-sel yang menghasilkan zat seperti glukagon.
a)
Sel-sel mukus istmus terdapat
dalam bagian atas kelenjar pada daerah peralihan antara leher dan gastric pit.
Sel-sel ini mengsekresi mukus netral yang membatasi dan melindungi permukaan
lambung dari asam.
b)
Sel parietal (oksintik)
terutama terdapat pada bagian setengah atas kelenjar dan tersisip antara
sel-sel mukus leher. Sel parietal merupakan sel bulat atau piramidal dengan
inti sferis di tengah dan sitoplasma yang jelas eosinofilik. Sel-sel parietal
menghasilkan asam klorida (HCl) yang terdapat dalam getah lambung. Pada kasus
gastritis atrofikans, sel parietal dan chief cells keduanya jumlahnya
berkurang, dan getah lambung mempunyai sedikit atau tidak mempunyai aktivitas
pepsin. Asam yang disekresi berasal dari klorida-klorida yang terdapat dalam darah
di tambah kation (H+) yang berasal dari kerja suatu enzim-anhidrase karbonat.
Anhidrase karbonat bekerja pada CO2 untukmenghasilkan asam karbonat, yang
berdisosiasi menjadi bikarbonat dan satu H+. Kedua kation dan ion klorida
secara aktif ditanspor melalui membran sel sedangkan air akan berdifusi secara
pasif mengikuti perbedaan tekanan osmotik.
c)
Sel mukus leher terdapat dalam
kelompokkan atau sel-sel tunggal antara sel-sel parietal dalam leher kelenjar
gastrik. Sekret sel mukus leher adalah mucus asam yang kaya akan
glikosaminoglikans.
d)
Chief cells (sel zimogenik)
mensintesis dan mengeluarkan protein yang mengandung enzim inaktif pepsinogen.
Bila granula pepsinogen dikeluarkan ke dalam lingkungan lambung yang asam,
enzim diubah menjadi enzim proteolitik yang sangat aktif yang disebut pepsin.
e)
Sel-sel argentafin juga
dinamakan sel-sel enterokromafin karena afinitasnya terhadap garam kromium
serta perak. Sel-sel ini jumlahnya lebih sedikit dan terletak pada dasar
kelenjar, terselip
antara sel-sel zimogenik. Fungsi mereka sebenarnya masih merupakan
spekulasi (belum jelas).
f)
Sel-sel endokrin lain yang
dapat digolongkan sebagai sel-sel APUD (amine precursor uptake and
decarboxyllation) menghasilkan hormon Gastrin.
3)
Pilorus
Pada pilorus terdapat kelenjar bergelung pendek yang mensekresikan
enzim lisosim. Diantara sel-sel mukus ke lenjar pilorus terdapat sel-sel
gastrin (G) yang berfungsi mengeluarkan hormone gastrin. Gastrin berfungsi
merangsang pengeluaran asam lambung oleh kelenjar-kelenjar lambung. Muskularis
mukosae lambung terdiri atas 2 atau 3 lapisan otot yang tegak lurus menembus ke
dalam laminan propria. Apabila otot berkontraksi akan mengakibatkan lipatan
pada permukaan dalam organ yang selanjutnya akan menekan kelenjar lambung dan
mengeluarkan sekretnya.
a)
Submukosa terdiri atas jaringan
penyambung jarang dan pembuluh-pembuluh darah dan limfe dan diinfiltrasi oleh
sel-sel limfoid dan mast cells.
b)
Muskularis eksterna terdiri
atas serabut-serabut spiral yang terletak dalam 3 arah utama: lapisan eksterna
adalah longitudinal, lapisan tengah adalah sirkular,dan lapisan interna adalah
miring.
c)
Lapisan serosa adalah tipis dan
diliputi oleh mesotel.
c.
Pergantian (turnover) Mukosa
Lambung
Selain untuk
mengganti sel-sel epitel yang mengelupas setiap hari, membran mukosa lambung
dapat mengalami regenerasi bila cedera. Aktivitas mitosis terutama dilakukan
oleh sel-sel leher kelenjar. Kecepatan pembaharuan sel-sel epitel ini sekitar 5
hari. Epitel pembatas lambung hidupnya singkat, dan sel-sel terus menerus
mengelupas dalam lumen. Sel-sel ini dengan lambat berdiferensiasi menjadi sel
partietal dan chief cells (sel zimogenik). ( Bahana, Sugiri, 2012 )
2.2
Definisi Gastritis
Berikut ini beberapa definisi gastritis dari beberapa ahli, antara
lain:
a.
Gastritis merupakan, suatu
keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronis, difus, atau lokal. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
b.
Gastritis adalah proses
inflamasi pada mukosa dan sub mukosa lambung. (Sjasuhidayat, R dan Wim De Jong,
2004)
c.
Gastritis adalah segala radang
mukosa lambung. (Sudoyo Aru W, dkk, 2010)
2.3
Jenis Gastritis
Macam gastritis ada 2, yakni:
a.
Gastritis Akut
Jenis penyakit gastritis yang sering ditemukan, biasanya bersifat
jinak dan swasirna, merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan
local. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
b.
Gastritis Kronis
Penyakit yang ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar
disertai kehilangan sel parietal dan chief cells, dimana dinding lambung
menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Gastritis kronis
digolongkan menjadi dua katagori yaitu gastritis tipe A ( atrofik atau fundal )
dan tipe B ( Antral ). (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
2.4
Etiologi Gastritis
Penyebab gastritis menurut jenisnya antara lain:
a.
Gastritis akut, disebabkan
oleh:
1)
Infeksi Helicobacter pylori
Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan
lapisan mukosa pelindung,meninggalkan daerah epitel yang gundul.
2)
Endotoksin bakteri ( setelah
memakan makanan yang terkontaminasi )
3)
Stress
Strees merangsangsaraf simpatis
neuron vagus.sehingga produksi HCL gaster meningkat
4)
Konsumsi alkohol, kafein,
aspirin
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung
dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada
kondisi normal.
5)
Obat anti inflamasi nonsteroid
( OAINS, misalnya indometasin, ibuprofen, naproksen ), sulfonamide, steroid,
dan digitalis.
OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu secara
topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS
bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk
mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik terjadi karena OAINS menekan
produksi prostaglandin yang merupakan substansi sitoprotektif bagi mukosa
lambung.(Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
b.
Gastritis kronis, disebabkan
oleh:
1)
Helicobacter pylori
2)
Adanya reaksi imunologik dengan
terbentuknya antibody terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor
intrinsik dimana tidak adanya sel parietal dan chief cells, yang menurunkan
sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin.
3)
Faktor lingkungan, seperti
konsumsi alkohol, merokok, teh panas serta pemakaian aspirin secara kronik
4)
Refluks empedu ke lambung,
terutama setelah operasi lambung. (Sudoyo Aru W, dkk, 2010)
2.5
Manifestasi Klinik Gastritis
Manifestasi klinik gastritis berdasarkan jenisnya antara lain:
a.
Gastritis akut
Manifestasi klinis gastritis akut dapat bervariasi dari keluhan
abdomen yang tidak jelas, seperti anoreksia, bersendawa atau mual, sampai
gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan
hematemesis. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
b.
Gastritis kronik
Gejala gastritis kronis umumnya bervariasi dan tidak jelas yaitu
rasa penuh, anoreksia, dan distress epigastrik yang tidak jelas. (Sylvia A.
Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
2.6
Patofisiologi Gastritis
a.
Gastritis Akut
Ada beberapa factor penyebab gastritis akut. Faktor-faktor
itu adalah stres, mengkonsumsi alcohol, mengkonsumsi makanan yang pedas dan
merangsang. Dalam mekanismenya strees merangsangsaraf simpatis neuron
vagus.sehingga produksi HCL gaster meningkat. Hal ini menjadi penyebab rasa
mual,muntah, dan anoreksia, terutama ketika makan. Mengkonsumsi makanan yang
pedas dan meragsang serta mengkonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan yang
mempunyai efek samping terhadap gaster dapat mengiritasi sel epitel kolumner
gaster sehingga produksi mucus menurun.
Ketika produksi mucus menurun,
gaster mengalami vasodilatasi mukosa dan aksfolasi. Vasodilatasi mukosa
menyebabkan produksi HCL meningkat. Jika hal ini terus-menerus terjadi akan
meyebabkan rasa nyeri pada ulu hati penderita. Sedangkan aksfolasi gaster
mengakibatkan erosi sel, sehingga pembuluh darah mukosa gaster rusak. Apabila
kerusakan pada pembuluh darah sudah parah, dapat mengakibatkan pendarahan.
Darah dari gaster yang ikut ke saluran pencernaan akan mewarnai feses sehingga
terjadi melena. Sedangkan yang keluar melalui mulut akan terjadi hematoemesis
atau muntah darah. Pada melena feses berwarna hitam dan pada
hematoemesis,muntahan berwarna merah segar. ( Agus
Priyanto dan Sri Lestari, 2009 )
b.
Gastritis Kronik
1)
Gastritis kronik tipe A
Tipe A sering disebut sebagai gastritis
atrofik atau fundal (karena mengenai fundus lambung) . Gastritis kronis tipe A
merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi
terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan
dengan tidak adanya sel parietal dan chief cells, yang menurunkan sekresi asam
dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak
terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada
pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah
absorpsi vitamin B12 dalam ileum. (Sylvia A. Price dan Lorraine M.
Wilson, 2005)
2)
Gastritis kronik tipe B
Helicobacter pylori merupakan bakteri
gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat
timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu:
destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme
pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster,
misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih
kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung
melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka
akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini
juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah
ini akan menimbulkan perdarahan. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
2.7
Komplikasi Gastritis
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat gastritis antara lain:
a.
Pendarahan saluran cerna bagian
atas ( SCBA )
Dapat berupa hematemesis ( muntah darah ) dan melena ( feses hitam ),
dapat berakhir menjadi syok hemoragic ( Sudoyo Aru, 2010)
b.
Anemia pernisiosa
Gangguan penyerapan Vitamin B12 pada ileum akibat dari atropi
lambung (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
c.
Ulkus peptikum
Putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai bawah epitel
lambung. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
d.
Kanker Lambung
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinomas, yang
bermula pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinomas tipe
1 biasanya terjadi akibat infeksi H. pylori. Kanker jenis lain yang
terkait dengan infeksi akibat H. pylori adalah MALT (mucosa
associated lymphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang
secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung ( Agus
Priyanto dan Sri Lestari, 2009 )
2.8
Pemeriksaan Penunjang Gastritis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
a.
Pemeriksaan Endoskopi
Pada pemeriksaan Endoskopi di dapatkan adanya gambaran lesi mukosa
akut dimukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi rata.
b.
Pemeriksaan Histopatologi
Menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan
proses yang mendasari, misalnya autoimun atau respon adaptif mukosa lambung.
c.
Tes serologis
Untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen H. Pylori
d. EGD
(Esofagogastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan GI atas,
dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau
cedera.
e.
Angiografi: vaskularisasi GI
dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan atau tidak dapat
dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.
f.
Pemeriksaan laboratorium
1)
Amilase serum: meningkat dengan
ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis Pemeriksaan laboratorium.
2)
Analisa gaster : untuk
mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis
kronik.
3)
Kadar serum vitamin B12
: Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah
merupakan anemia megalostatik.
4)
Kadar hemagiobi, hematokrit,
trombosit, leukosit dan albumin.
5)
Gastroscopy.
Untuk mengetahui permukaan mukosa
(perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk
biopsi. ( Joyce LeFever Kee, 2007 )
2.9
Penatalaksanaan Gastritis
a.
Penatalaksanaan Medis
1)
Gastritis Akut
Pengobatan gastritis tergantung pada penyebabnya. Gastritis
akut akibat alkohol yang berlebihan, konsumsi kopi, obat-obat OAINS dan
kebiasaan merokok dapat sembuh dengan menghentikan konsumsi bahan tersebut.
Obat-obatan yang ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung antara lain:
a)
Antasid : menetralisir asam
lambung dan menghilangkan nyeri, misalnya Promaag, Mylanta.
b)
Acid blocker : membantu mengurangi
jumlah asam lambung yang diproduksi. Obat ini seperti cimetidine, ranitidine,
atau famotidin.
c)
Proton pump inhibitor :
menghentikan produksi asam lambung dan menghambat H.pylori. obat ini antara
lain: omeprazole, lansoprazol.
d)
Cytoprotective agent :
melindungi jaringan mukosa lambung dan usus halus, misalnya sukralfat (
Aljilani Septia, 2012 )
2)
Gastritis Kronis
Pengobatan gastritis kronis yang
disebabkan oleh H. Pilori diatasi dengan antibiotik (seperti tetraciklin ¼,
amoxillin, klaritomisin, metronidazol ). Bila terjadi anemia defisiansi besi
akibat perdarahan kronis dapat diberi
pengobatan vitamin B12 dan terapi lain yang sesuai. Bila terjadi
perdarahan, bisa dilakukan tindakan pembilasan air es disertai antacid dan
antagonia reseptor H2. Perdarahan yang berlanjut memerlukan tindakan
bedah. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
b.
Penatalaksanaan Keperawatan
1)
Pemberian diet makanan dengan
porsi kecil dan sering untuk mengurangi gejala asam lambung.
2)
Berikan informasi pada pasien
dengan gastritis untuk menghindari makan makanan pedas, asam, atau
berminyak.
3)
Berikan Penkes untuk
menghindari merokok, banyak minum kopi, alkohol dan kurangi stres.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian Keperawatan
a.
Anamnese
1)
Biodata atau identitas klien
meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa, pekerjaan, kebangsaan,
alamat, pendidikan, tanggal MRS, dan diagnosa medis
2)
Keluhan Utama
a)
Adanya rasa perih, nyeri
epigastrum
b)
Adanya perdarahan atau muntah
darah
c)
Nyeri setelah atau sebelum
makan
b.
Riwayat Kesehatan
1)
Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan umum mulai dari
sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri perut, pusing, mula, muntah, nafsu
makan menurun, kembung.
2)
Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah klien pernah sakit
seperti yang dirasakan sekarang atau pernah menderita penyakit keturunan atau
yang lainnya yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan klien.
c.
Kebiasaan yang dialami
1)
Peminum alkohol
2)
Suka minum kopi, teh panas
3)
Perokok
4)
Kebiasaan makan sedikit,
terlambat makan pedas, mengandung gas atau asam
5)
Kebiasaan bekerja keras :
penyebab makan tak teratur
6)
Penggunaan obat-obatan tanpa
resep dokter : aspirin, analgesik, steroid (kolmetaxon) dan lainnya.
7)
Menjalankan diet ketat.
d.
Fokus Pengkajian
1)
Aktifitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardi, takipnea/ hiperventilasi (respon terhadap
aktivitas)
2)
Sirkulasi
Gejala: hipotensi (termasuk postural), takikardi, termasuk
distritmia (hipovolemia atau hipoksia), kelemahan atau nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat atau perlahan (vasokontriksi), warna kulit: pucat,
sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah), kelemahan kulit atau
membran mukosa: berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon
psikologik)
3)
Integritas ego
Gejala: faktor stres akut dan kronik (keuangan, hubungan kerja),
perasaan tidak berdaya
Tanda: tanda ansietas: misal, gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar
4)
Eliminasi
Gejala: riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya karena perdarahan
gastroentritis (GI), atau masalah yang berkaitan dengan GI, misal: luka atau
peptik gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster, perubahan pola
eliminasi atau karakteristik feses.
Tanda: nyeri tekan abdomen, distensi bunyi usus; sering hiperaktif
selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan, karakter feses; diare, darah
warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk
(steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida),
haluaran urine; menurun pekat.
5)
Makanan atau cairan:
Gejala: anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga
obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal), masalah
menelan: cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam
Tanda: muntah: warna kopi
gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah, membran mukosa kering,
penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
6)
Neurosensori
Gejala: rasa berdenyut, pusing atau sakit kepala karena sinar,
kelemahan status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung tidur, disorientasi atau bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung
pada volume sirkulasi atau oksigenasi)
7)
Nyeri atau kenyamanan
Gejala: nyeri: digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,
perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa ketidaknyamanan
atau distres samar-samar dapat setelah makan banyak dapat hilang dengan makan
(gastritis akut). Nyeri epigastrium kiri sampai tengah atau menyebar kepunggung
terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulus gaster), nyeri
epigastrium kiri sampai/atau menyebar kepunggung terjadi kurang lebih 4 jam
setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau dengan antasida
(ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofagela atau gastritis). Faktor
pencetus : makanan, alkohol, rokok, penggunaan obat-obat tertentuv(salisilat,
reserprin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis
Tanda: wajah berkerut,
berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
8)
Keamanan
Gejala: alergi terhadap obat
atau sensitif misal: ASA
Tanda: peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan
sirosis/hipertensi portal).
9)
Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: adanya penggunaan obat resep atau dijual bebas yang
mengandung ASA, alkohol, steroid. OAINS menyebabkan pergerakan GI. Keluhan saat
ini dapat diterima karena (misal:anemia)atau diagnosa yang tak berhubungan
(misal: trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan
yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan.
3.2
Diagnosa Keperawatan
- Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.
- Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
- Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan output yang berlebihan
- Gangguan pola eliminasi fekal : diare berhubungan dengan malabsorbsi usus
- Gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan perubahan kelembapan kulit, ruam pada kulit
- Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengna anemia pernisiosa
- Gangguan termoregulasi : Hipertermi berhubungan dengan respon tubuh dengan aktivasi leukosit.
3.3
Intervensi Keperawatan
1.
Nyeri (akut) berhubungan dengan
inflamasi mukosa lambung.
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
Nyeri dapat berkurang (terkontrol) dan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria
Hasil :
a.
Nyeri klien berkurang atau
hilang.
b.
Tampak Rileks
dan mampu tidur / istirahat
Intervensi
a.
Observasi TTV.
R : Mengetahui
perkembangan klien meliputi TD, Nadi,
dan Pernafasan yang berhubungan dengan keluhan atau penghilang nyeri.
b.
Kaji skala nyeri klien.
R : Mengetahui
perkembangan nyeri klien.
c.
Atur posisi yang nyaman bagi
klien.
R : Posisi yang tepat dan
dirasa nyaman oleh klien dapat mengurangi resiko klien terhadap
nyeri.
d.
Ajarkan teknik distraksi dan
reklasasi.
R : Dapat membuat klien
jadi lebih baik dan melupakan nyeri.
e.
Kolaborasi dalam pemberian
analgetik.
R : Analgetik dapat
memblok reseptor nyeri pada susunan saraf pusat sehingga dapat menurunkan Nyeri dan meningkatkan Kenyamanan.
2.
Risti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, Mual, Muntah dan
Anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Pemenuhan
nutrisi klien Terpenuhi.
KH :
a.
Nafsu makan klien membaik.
b.
BB klien menunjukkan
peningkatan.
Intervensi
a.
Timbang BB
setiap Hari
R : Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian
kebutuhan nutrisi.
b.
Anjurkan
makan dan minum sedikit demi sedikit atau perlahan.
R : Menenangkan
peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
c.
Dorong tirah baring dan
pembatasan aktivitas selama fase akut.
R : Menurunkan kebutuhan
metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi
d.
Anjurkan makan sedikit demi
sedikit tapi sering.
R : Menghindari terjadinya
mual karena pengisian lanbung secara tiba-tiba.
e.
Beritahu
pasien untuk duduk saat makan atau minum.
R : menurunkan kemungkinan aspirasi
f.
Hindari makanan yang
menimbulkan gas.
R : Dapat mempengaruhi
nafsu makan atau pencernaan dan membatasi masukan nutrisi
g.
Beri makanan selagi hangat.
R : Dapat membangkitkan
nafsu makan.
h.
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet.
R : Diet yang sesuai dapat
mempercepat penyembuhan
3.
Devisit volume
cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan output yang berlebihan
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan Keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi
KH :
a. Membran mukosa lembab
b. Turgor kulit baik
c. TTV stabil
d. Input dan out put
seimbang
Intervensi
a.
Ukur tanda-tanda vital.
R : Deteksi & monitor
gejala awal dehidrasi atau
hipovolemia, keadekuatan penggantian cairan.
b.
Anjurkan untuk minum cairan sesuai dengan kebutuhan
kira-kira 1 gelas setiap kali pasien
defekasi.
R : Mengganti cairan
& elektrolit tubuh yang keluar saat defekasi
c.
Monitor input dan output.
R : Monitor keseimbangan intake & output cairan & elektrolit
d.
Pantau dalam pemberian cairan dan elektrolit
serta berikan terapi cairan parenteral.
R : Mengurangi dehidrasi
& mengantisipasi dehidrasi berlanjut
- Gangguan pola eliminasi fekal : diare berhubungan dengan malabsorbsi usus
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
diare.
KH :
a.
Penurunan frekuensi defekasi
b.
Konsistensi kembali normal.
Intervensi
:
a. Kaji factor-faktor penyebab diare.
R : Menentukan terapi & prioritas intervensi keperawatan
secara tepat
b.
Anjurkan untuk minum cairan bening.
R : Mengurangi rangsangan peristaltik & memudahkan
memonitor intake dan output
c. Anjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan dan
minuman yang merangsang (pedas, asam, panas, dan dingin).
R : Mengurangi rangsangan peristaltik usus untuk
defekasi
d.
Instruksikan keluarga untuk mencatat frekuensi,
warna, jumlah dan konsistensi feses.
R : Memonitor keseimbangan intake & output cairan dan elektrolit
e.
Berikan
terapi sesuai program : anti diare.
R : Menghilangkan penyebab diare.
5. Gangguan integritas kulit perianal berhubungan
dengan perubahan kelembapan kulit, ruam pada kulit
Tujuan : Setelah dilakukan
Tindakan
Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Gangguan integritas kulit teratasi
KH :
a.
Integritas
kulit kembali normal
b.
Tidak ada
iritasi
Intervensi :
a.
Kaji
kerusakan kulit/iritasi setiap buang air besar
R : mengetahui sejauh mana kerusakanya
b.
Diskusikan dan jelaskan
pentingnya menjaga tempat tidur
R : Kebersihan lingkungan dan tempat tidur dapat
mengurangi terjadinya iritasi dan infeksi
c.
Demontrasikan serta libatkan
keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta
alasnya)
R : Suhu yang lembab mempercepat terjadinya iritasi
d.
Atur posisi atau duduk dengan
selang 2-3 jam
R : Pengaturan posisi dapat membantu meningkatkan rasa
nyaman.
6.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengna
anemia pernisiosa
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 di harapkan perfusi
jaringan dapat teratasi
KH :
a.
TTV Stabil
b.
Membaran Mukosa warna
merah muda
c.
Pengisian kapiler Baik
Intervensi
a. Observasi
vital sign, kaji cappilary refil, warna kulit/ membran mokusa, dasar kuku dan CRT.
R :
Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perpusi
jaringan dan membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Berikan
posisi kepala lebih tinggi
R :
Meningkatkan ekspansi paru sehingga memaksimalkan masukan O2 ke sel-sel
c.
Kaji adanya kelemahan, respon verbal,
ivitable, agitasi, kurangnya daya ingat
R : Sebagai
indikasi kurangnya fungsi serebral akiibat hipoksia atau defisiensi vitamin B12
d.
Tanyakan adanya keluham nyeri dada dan
sesak nafas
R : Iskemia sel
mempengaruhi jaringan miokardinal/ potensi terkena infak
e.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium, misal :
a)
Berikan sel darah merah lengkap/packed
produk darah sesuai indikasi.
R : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki
defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.
b)
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
7. Gangguan termoregulasi : Hipertermi berhubungan dengan respon tubuh dengan
aktivasi leukosit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 di harapkan
KH :
a. Suhu tubuh dalam batas normal (36-37oC)
b. Tidak ada perubahan warna kulit (tidak sianosis, turgor kulit baik)
c. TTV normal
d. Cairan seimbang
Intervensi :
a.
Observasi TTV
R : TTV merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien
b.
Berikan minuman peroral
R : peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan
cairan yang banyak.
c.
Kompres dengan air hangat
R : kompres hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh
darah sehingga dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui pori pori.
d.
Kolaborasi Medis pemberian Antipiretik
R : antipiretik berfungsi dalam menurunkan suhu
tubuh
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gastritis
adalah penyakit radang mukosa lambung. Gasrtritis dibagi menjadi 2 yaitu gastritis
Akut yang merupakan lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat
faktor-faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, dan
gastritis Kronis yaitu penyakit yang ditandai oleh atrofi progresif epitel
kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cells, dimana dinding
lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata.
Etiologi
gastritis secara umum diakibatkan oleh
Infeksi Helicobacter pylori, stress,
konsumsi alkohol, kafein, aspirin, Obat anti inflamasi nonsteroid ( OAINS,
misalnya indometasin, ibuprofen, naproksen ), sulfonamidem, steroid, dan
digitalis, auto imun, konsumsi makanan pedas dan asam.
Tanda
gejala dari gastritis akut antara lain keluhan abdomen yang tidak jelas,
seperti anoreksia, bersendawa atau mual, sampai gejala yang lebih berat seperti
nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan hematemesis. Sedangkan gastritis
kronik tanda gejalanya umumnya bervariasi dan tidak jelas yaitu rasa penuh,
anoreksia, dan distress epigastrik yang tidak jelas.
Penatalaksanaan
gastritis antara lain pemberian diet makanan dengan porsi kecil dan sering
untuk mengurangi gejala asam lambung, hindari makan makanan pedas, asam, atau
berminyak, hindari merokok, banyak minum kopi, alkohol dan kurangi stres.
DAFTAR PUSTAKA
Kee,
Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaaan
Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Priyanto, Agus dan Sri Lestari. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.
Rahayoe, Rifa Sa’yan. 2012. “Makalah Gastritis”, ( Online ), ( http://nurserifa.
blogspot.com/2012/12/makalah-gastritis.html, diakses pada 14 Oktober 2013 )
Septia, Aljilani. 2012. “ Pengobatan Gastritis Maag ”, ( Online ),
(http://www.jayruhal.blogspot.com/2012/03/pengobatan-gastritis-maag.html,
diakses pada 14 Oktober 2013 )
Sjamsuhidayat, R dan Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2010. Buku
Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.
Sugiri, Bahana. 2012. “Handout Sistem Pencernaan”, ( Online ), ( www.hmkuliah.wordpress.com,
diakses pada 14 Oktober 2013 )