undefined
undefined
MAKALAH
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN PERDARAHAN PASCA PARTUM
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Reproduksi
Dosen
Pengampu: Muslimah, S.Sit
Disusun
Oleh:
Nama : Kristina Damayanti
NIM :
2011011194
Kelas : PSIK VIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA
KUDUS
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada Ibu Post Partum dengan Perdarahan Pasca Partum” dengan sebaik-baiknya.
Adapun
maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas individu sistem reproduksi dan
sebagai syarat menempuh ujian semester.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun
duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat
waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak.
Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis
sampaikan terima kasih kepada yang
terhormat Ibu Muslimah, S.Sit selaku
dosen pembimbing, serta pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir
kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat
diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul
makalah ini.
Kudus, Mei
2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau
hilangnya darah sebanyak lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik
sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya,
perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer
yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum
sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah
kelahiran bayi. (I.B.G Manuaba, 2007)
Kematian ibu hamil dapat
diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai obstetric “langsung” dan
“tidak langsung”. Menurut laporan WHO (2008) bahwa kematian ibu di dunia
disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak langsung 20%, infeksi
15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%, penyulit persalinan 8% dan
penyebab lain 7%.(Depkes RI, 2008)
Atonia uteri menjadi penyebab lebih
dari 90% perdarahan pasca persalinan. Lebih dari separuh jumlah seluruh
kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar
karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat
bertahan hidup setelah mengalami perdarahan setelah persalinan, namun ia akan
menderita anemia berat.
Insidensi perdarahan postpartum
pada negara maju sekitar 5% dari persalinan, sedangkan pada Negara berkembang
bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah utama dalam kematian ibu.
Penyebabnya 90% dari atonia uteri, 7% robekan jalin lahir, sisanya dikarenakan
retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah.(Ambar Dwi, 2010)
Di Indonesia diperkirakan ada 14
juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000
perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan
terutama perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak
menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca
persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran.(Darmin Dina, 2013)
Menurut Kementerian Kesehatan RI
tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK)
pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang
merupakan faktor utama kematian ibu. Menurut data WHO, di berbagai negara
paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan,
proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60
persen.(Depkes RI, 2010)
Menurut WHO, Negara yang berkembang
memiliki angka kematian ibu 25% kematian ibu itu disebabkan oleh Perdarahan Post
Partum. Terhitung lebih dari 100.000 kematian maternal pertahun. Menurut
bulletin “American Collage of Obstetrician and Gynecologists” menempatkan
perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun. (Darmin Dina, 2013)
1.2 Tujuan
Penulisan
a.
Tujuan Umum
Setelah
pelaksanaan seminar diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui asuhan
keperawatan pada ibu postpartum dengan perdarahan pasca partum.
b.
Tujuan Khusus
1)
Mahasiswa mengetahui tentang
definisi, pembagian, etiologi dan faktor resiko perdarahan pasca partum
2)
Mahasiswa mengetahui tentang
manifestasi klinik, komplikasi, patofisiologi dan pathway perdarahan pasca
partum
3)
Mahasiswa mengetahui
penatalaksanaan perdarahan pasca partum
4)
Mahasiswa mengetahui asuhan
keperawatan perdarahan pasca partum ( pengkajian, diagnose, implementasi dan
evaluasi)
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Anatomi dan Fisiologi
a.
Uterus
1)
Ukuran
Untuk
akomodasi pertumbuhan janin, rahim membesar akibat hipertropi dan hiperlasi
otot rahim, serabut-serabut kolagennya menjadi higroskopik, endometrium menjadi
desidua. Ukuran pada kehamilan cukup bulan adalah 30 x 25 x 20 cm dengan
kapasitas 4.000 cc. (Abdul Bari, dkk, 2009)
2)
Berat
Berat
rahim naik secara luar biasa dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir
kehamilan (40 minggu).
3)
Bentuk Dan Konsistensi
Pada
bulan-bulan pertama kehamilan, bentuk rahim seperti buah alpukat. Pada
kehamilan 4 bulan berbentuk bulat, sedangkan pada akhir kehamilan berbentuk
bujur telur.
Pada
minggu pertama isthmus uteri mengalami hipertropi dan bertambah panjang
sehingga bila diraba terasa lebuh panjang dan terasa lebih lunak ( soft )
keadaan ini disebut tanda hegar. Pada kehamilan 5 bulan rahim
tarasa seperti berisi cairan ketuban dan dinding rahim terasa tipis. Hal ini
kerena bagian-bagian janin sudah dapat dipalpasi dari luar.(Abdul Bari, dkk,
2009)
4)
Posisi Rahim
Pada
permulaan kehamilan, uterus dalam letak antefleksi atau retrofleksi. Pada usia
kehamilan 16 minggu rahim tetap berada didalam rongga pelvis. Setelah 16 minggu
baru memasuki rongga perut yang dalam pembesarannya dapat mencapai batas hati.
Rahim yang hamil biasanya mobilitasnya lebih mengisi rongga abdomen kanan atau
kiri. (Abdul Bari, dkk, 2009)
5)
Gambaran Besarnya Rahim Dan Tuanya Kehamilan
a)
Pada usia kehamilan 16
minggu, cavum uteri seluruhnya diisi oleh amnion. Dimana desidua kapsuralis dan
desudua vera ( parietalis ) telah menjadi satu. Tinggi fundus uteri terletak
antara pertengahan simpisis dan pusat. Plasenta telah terbentuk seluruhnya.
b)
Pada usia kehamilan 20
minggu TFU terletak 2-3 jari dibawah pusat
c)
Pada usia kehamilan 24
minggu TFU terletak tepat setinggi pusat
d)
Pada usia kehamilan 28
minggu TFU terletak 2-3 jari diatas pusat.
e)
Pada usia kehamilan 2
minggu TFU terltak pertengahan antara pusat dan prosesus xipoideus
f)
Pada usia kehamilan 36
minggu TFU terletak 1 jari dibawah prosessus xipoideus. Kepala belum masuk PAP
( pintu atas panggul )
g)
Pada usia kehamilan 40
minggu TFU turun kembali seperi semula lonjong sepeti telur yaitu 3 jari
dibawah prosesus xipoideus. (Abdul Bari, dkk, 2009)
b.
Perubahan Pada Serviks
Serviks
bertambah vaskularisasinya da menjadi lunak ( soft ) yang disebut ddengan tanda goodlle. Kelenjer endoservikal
membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus. Oleh karena pertambahan dan
pelebaran pembuluh darah warnanya menjadi merah ke biru-biruan ( livide ) yang
disebut tanda chadwick. Pada
akhir kehamilan serviks menjadi lunak sekali dan potio menjadi pendek dan dapat
dimasuki dengan mudah oleh 1 jari. Hal ini disebut dengan serviks yang matan g
dan merupakan syarat untuk persalinan anjuran. (Abdul Bari, dkk, 2009)
c. Vagina Dan Vulva
Vagina
dan vulva mengalami perubahan karena pengaruh estrogen. Akibat dari
hipervaskularisasi, vagina dan vulva terlihat lebih merah atau kebiruan. Pada
vagina atau portio serviks disebut tanda
chadwick, kekenyalan ( elastisitas ) vagina bertambah dalam kehamilan.
Reaksi asam Ph 3,5 -6,0. Reaksi asam ini disebabkan terbentuknya acidum
lakticum sebagai hasil penghancuran glikogen yang berada dalam sel-sel epitel
vagina. Reaksi asam ini mempunyai sifat bakterisida. (Abdul Bari, dkk, 2009)
d. Ovarium dan Tuba Falopii
Pada
permulaan kehamilan terdapat korpus leteum grafiditas sampai terbentuknya
plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. korpus luteum grafiditas
berdiameter kira-kira 3cm dan korpus luteum akan mengecil dengan terbentuknya
plasenta korpus luteum akan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron
korpus luteum mensintesis hormon relaksin yang berfungsi untuk
menenangkan otot uterus sehingga janin dapat tumbuh dengan baik sampai aterm.
Kejadian ini tidak dapat lepas dari kemaluan vili korealis yang mengeluarkan
hormon korionik gonadotropin yang mirip dengan hormon lutetropik hipofisis
anterior. (Abdul Bari, dkk, 2009)
2.2 Definisi Perdarahan Post Partum
Perdarahan
pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml pasca persalinan setelah bayi
lahir. (Ambar Dwi, 2010)
Perdarahan
post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran dan
biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital. (Vicky
Chapman, 2006)
Perdarahan
pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran
bayi;sebelum,selama dan sesudah keluarnya plasenta. (Harry Oxorn, 2010)
2.3 Pembagian Perdarahan Post Partum
Menurut
waktu kejadiannnya, perdarahan post partum dibagi atas:
a.
Perdarahan postpartum
primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dengan jumlah 500 cc atau
lebih.
b.
Perdarahan postpartum
sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah
kelahiran bayi, dengan jumlah 500cc atau lebih (I.B.G Manuaba, 2007)
2.4
Etiologi Perdarahan Post
Partum
Banyak
faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (tone
dimished, trauma, tissue, thrombin):
a. Tone
Dimished: Atonia uteri
Atonia
uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu untuk berkontraksi dengan
baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan
postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium
terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek
pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan
plasenta, sedang sebenarnya bukan
terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan
postpartum.
Beberapa
hal yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri:
1)
Manipulasi uterus yang
berlebihan,
2)
General anestesi (pada
persalinan dengan operasi ), Anestesi yang dalam
3)
Uterus yang teregang
berlebihan
4)
Kehamilan kembar
5)
Fetal macrosomia (
berat janin antara 4500 – 5000 gram )
6)
Polyhydramnion
7)
Kehamilan lewat waktu, Partus
lama
8)
Grande multipara (
fibrosis otot-otot uterus ),
9)
Infeksi uterus (
chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
10)
Plasenta previa,
Solutio plasenta (Fransisca, 2012)
b. Tissue
1) Retensio
plasenta
2) Sisa
plasenta
3) Plasenta
acreta dan variasinya.
Apabila
plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa
disebabkan karena : plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta
sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika
plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
1)
Kontraksi uterus kurang
kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
2)
Plasenta melekat erat
pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium
– sampai dibawah peritoneum
( plasenta akreta – perkreta )
Plasenta
yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal
merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. (Fransisca, 2012)
c. Trauma
Sekitar
20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir akibat:
1) Ruptur
uterus
2) Inversi
uterus
3) Perlukaan
jalan lahir
4) Vaginal
hematom
Ruptur
spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan
persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat
jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi
dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena
persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar,
terminasi kehamilan dengan vacum atau forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi
pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan
vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan
terjadinya syok.
Episiotomi
dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena
yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan
persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan
yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi
cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah
solusi terbaik.
Pada
inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba
dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio
uteri dapat dibagi :
1)
Fundus uteri menonjol
kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
2)
Korpus uteri yang
terbalik sudah masuk kedalam vagina.
3)
Uterus dengan vagina
semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
Tindakan
yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri
yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang
belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan
fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah
persalinan selesai.
Pemeriksaan
dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina.
Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi
( 15 – 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk
keselamatan penderita. (Fransisca, 2012)
d. Thrombin
: Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala
kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,
kelainan pembekuan darah bisa berupa :
1) Hipofibrinogenemia,
2) Trombocitopeni,
3) Idiopathic
thrombocytopenic purpura,
4) HELLP
syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count ),
5) Disseminated
Intravaskuler Coagulation,
6) Dilutional
coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit
sudah rusak. (Fransisca, 2012)
2.5 Faktor Resiko Perdarahan Post Partum
Riwayat
hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling
besar untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga segala upaya harus
dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang
perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum :
a. Grande
multipara
b. Perpanjangan
persalinan
c. Chorioamnionitis
d. Hipertensi
e. Kehamilan
multiple
f. Injeksi
Magnesium sulfat
g. Perpanjangan
pemberian oxytocin (Fransisca, 2012)
2.6 Manifestasi Klinik Perdarahan Post Partum
a.
Tanda-tanda perdarahan
post partum secara umum:
1)
Perdarahan postpartum
dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat
ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang
merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi
banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
2)
Pasien mengeluh
lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil
3)
Pada perdarahan
melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah (sistolik
<90 mmHg) nadi (>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%),
extremitas dingin, sampai terjadi syok. (Ambar, 2010)
b.
Gejala Klinis
berdasarkan penyebab:
1)
Atonia Uteri
a)
Gejala yang selalu ada:
Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir
(perdarahan postpartum primer).
b)
Gejala yang
kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
2)
Robekan jalan lahir
a)
Gejala yang selalu ada:
perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi
uteru baik, plasenta baik.
b)
Gejala yang
kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
3)
Retensio plasenta
a)
Gejala yang selalu ada:
plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
b)
Gejala yang
kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri
akibat tarikan, perdarahan lanjutan
4)
Tertinggalnya plasenta
(sisa plasenta)
a)
Gejala yang selalu ada
: plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap dan perdarahan segera
b)
Gejala yang
kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.
5)
Inversio uterus
a)
Gejala yang selalu ada:
uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
b)
Gejala yang
kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
(I.B.G
Manuaba, 2007)
2.7 Patofisiologi Perdarahan Post Partum
Pada
dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga
sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu
uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan
terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan
yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus
melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia uteri dan subinvolusi
uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak
menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus menerus. Trauma jalan
terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri
juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah
pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyabab
dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa
mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga
sebagian masih melekat pada tempat implementasinya yang akan menyebabkan
terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh
darah terbuka serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan placenta rest dapat
diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan terjadi gangguan pembentukan
thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga menghambat terjadinya perdarahan.
Pemebentukan epitel akan terganggu sehingga akan menimbulkan perdarahan
berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2007)
2.8 Komplikasi Perdarahan Post Partum
Komplikasi
perdarahan postpartum adalah
a.
Anemia yang dapat
memperlemah kondisi klien, menurunkan daya tahan dan menjadi faktor
predisposisi terjadinya infeksi nifas.
b.
Kematian akibat
kehilangan darah yang tidak dapat ditangani. (Harry Oxorn, 2010)
2.10Penatalaksanaan
Perdarahan Post Partum
a.
Penatalaksanaan Medis
Terapi
Medis yang dapat digunakan
1)
Methergine 0,2 mg
peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan analgesik bila terjadi
kram.
2)
Pitocin 10-20 unit
dalam 1000 cc cairan IV
3)
Methergine 0,2 mg IM
bila tidak ada riwayat hipertensi
4)
Prostin supositoria
pervagina, uterus atau rectum
5)
Bila perdarahan terus
berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM setiap 5 menit sebanyak tiga kali.
Berikan dosis pertama 10 menit setelah pemberian Prostin.( Geri Morgan, 2009)
b.
Penatalaksanaan
Keperawatan Penunjang Medis
1)
Tekan bagian segmen
uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
2)
Periksa konsistensi
uterus
a)
Bila terjadi atonia,
pijat uterus
b)
Bila tidak ada respon,
lakukan kompresi bimanual
c)
Berikan oksitoksik dan/
atau ergot, seperti berikut:
· Pitocin
10-20 unit dalam 1000 cc cairan IV
· Methergine
0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
· Prostin
supositoria pervagina, uterus, atau rectum
· Bila
perdarahan uterus berlanjut berikan Hernabate 1 ampul per IM setiap 5 menit
sebanyak tiga kali. Beri dosis pertama 10 menit setelah pemberian prostin.
d)
Lanjutkan kompresi
bimanual
e)
Pantau TTV dan tanda
syok
3)
Bila uterus terus
berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut, perhatikan apakah ada laserasi.
a)
Bila laserasi vagina
atau perineum derajat pertama atau kedua, segera perbaiki
b)
Bila laserasi serviks
atau laserasi vagina atau laserasi perineum derajat tiga atau empat: jepit
perdarahan dan lakukan perbaikan bila terjadi hemostasis
4)
Bila terjadi
tanda-tanda syok:
a)
Berikan infuse RL
dengan cepat
b)
Baringkan pasien dengan
kaki sedikit dinaikkan
c)
Berikan oksigen melalui
masker
d)
Jaga pasien agar tetap
hangat, beri selimut
e)
Pantau tanda-tanda
vital
5)
Pada kasus yang
ekstrem, pertimbanngkan untuk melakukan hal-hal berikut:
a)
Injeksi oksitosin
secara langsung ke uterus dengan trompet lowa
b)
Lakukan kompresi aorta
c)
Lakukan histerektomi
atau D&C bila diperlukan
6)
Penatalaksanaan tindak
lanjut
a)
Lakukan uji hemotokrit:
·
Saat 12 jam setelah
pelahiran
·
Saat 24 jam sesudah
pelahiran
·
Pertimbangkan pemberian
suplemen zat besi( Geri Morgan, 2009)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST
PARTUM DENGAN PERDARAHAN PASCA PARTUM
3.1 Pengkajian Keperawatan
a.
Pengkajian
Identitas klien : Sering terjadi pada ibu
usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
b.
Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering didapatkan dari
klien dengan perdarahan post partum adalah perdarahan dari jalan lahir, badan
lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan
berkunang-kunang.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan
jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi
persalinan, manipulasi kala II dan III. (Reza Syahbandi, 2013)
3) Riwayat kesehatan :
a)
Riwayat kesehatan
dahulu
Dikaji
untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang lain yang
menyertai dan bisa memperburuk keadaan
atau
mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung
(hipertensi)
b)
Riwayat kesehatan
keluarga
Meliputi
penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang mempunyai
riwayat yang sama
c. Pengkajian Fisik
1) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah :
Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
b) Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
c) Pernafasan
: Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
d) Suhu : Normal/ meningkatn
e) Kesadaran
: Normal / turun (Barbara R.Stright, 2004)
2) Inspeksi
a) Inspeksi perineum apakah ada memar, bengkak, dan
karakteristik episiotomi
b) Kaji karakter lokia, yakni warna, bau dan jumlah
c) Pervaginam: keluar darah, robekan
d) Inspeksi kaki apakah ada edema atau goresan merah
e) Inspeksi payudara adakah area kemerahan
f) Inspeksi putting susu apakah ada pecah-pecah, memepuh
dan perdarahan( Barbara R. Stright, 2004)
3) Palpasi
a) Palpasi apakah uterus lembek, lokasi dan nyeri tekan
b) Palpasi adakah nyeri tekan, hangat, benjolan, dan
nyeri pada kaki
c) Palpasi payudara untuk memeriksa bengkak, benjolan dan
nyeri tekan
d) Kulit apakah dingin,
berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang
e) Kandung kemih : distensi, produksi urin
menurun/berkurang ( Barbara R. Stright, 2004)
4) Pola pengkajian keluarga
a) Aktivitas
istirahat : Insomia
mungkin teramat.
b) Sirkulasi : kehilangan darah selama
proses post portum
c) Integritas
ego : Peka
rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-kira 3hari setelah
melahirkan “post portum blues”
d) Eliminasi
: BAK tidak teratur sampai hari ke 2dan ke 5
e) Makan
dan cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira sampai hari ke
5
f) Persepsi
sensori: Tidak
ada gerakan dan sensori
g) Nyeri
dan ketidaknyamanan: Nyeri
tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai hari
ke 5 post partum
h) Seksualitas:
·
Uterus diatas umbilikus
pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari setiap harinya
·
Lochea rubra berlanjut
sampai hari ke 2
·
Payudara produksi
kolostrum 24 jam pertama
i)
Pengkajian Psikologis
·
Apakah pasien dalam
keadaan stabil
·
Apakah pasien biasanya
cemas sebelum persalinan dan masa penyembuhan
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1)
Biakan dan uji
sensitivitas (pada luka, drainase atau urine) digunakan untuk mendiagnosis
infeksi
2)
Venografi adalah metode
yang paling akurat untuk mendiagnosis thrombosis vena profunda
3)
Ultrasonografi Doppler
real-time dan Ultrasonografi Doppler berwarna adalah metode diagnostik untuk
mendiagnosis adanya tromboflebitis dan thrombosis.
4)
Urinalisis : Memastikan
kerusakan kandung kemih
5)
Profil koagulasi :
Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk spilit fibrin (SDP/FSP)
6)
Sonografi : Menentukan
adanya jaringan plasenta yang tertahan. ( Barbara R. Stright, 2004)
1.2 Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perdarahan pervaginam
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
perdarahan pervaginam
c. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
inkontinuitas jaringan
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan
dan ancaman kematian
e. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan
dan prosedur yang kurang steril
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan
perdarahan
1.3 Rencana Keperawatan
a. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
Tujuan:
Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana
tindakan :
1) Tidurkan
pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/:
Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah
keotak dan organ lain.
2) Monitor
tanda vital
R/:
Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3) Monitor
intake dan output setiap 5-10 menit
R/:
Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4) Evaluasi
kandung kencing
R/:
Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5) Lakukan
masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis
R/:
Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta,
satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
6) Batasi
pemeriksaan vagina dan rectum
R/:
Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya
perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau
terdapat hematom
7) Bila
tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien
merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi. Berikan infus atau
cairan intravena
R/:
Cairan intravena mencegah terjadinya shock
8) Berikan
uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/:
Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
9) Berikan
antibiotic
R/:
Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada
subinvolusio
10) Berikan
transfusi whole blood ( bila perlu )
R/: Whole blood membantu menormalkan volume
cairan tubuh.
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
perdarahan pervaginam
Tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam
batas normal
Rencana keperawatan :
1)
Monitor tanda vital tiap 5-10
menit
R/: Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda
vital
2)
Catat perubahan warna kuku,
mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di
jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang
dingin
3)
Kaji ada / tidak adanya
produksi ASI
R/: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana
diperlukan dalam produksi ASI
4)
Tindakan kolaborasi :
a)
Monitor kadar gas darah dan PH
( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
b)
Berikan terapi oksigen (Oksigen
diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan)
c. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
inkontinuitas jaringan
Tujuan: skala
nyeripada pasien berkurang
Rencana Tindakan:
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut
R/: meminimalkan stimulasi dan mengurangi intensitas
nyeri
2) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam atau teknik
distraksi
R/: untuk mengurangi intensitas nyeri
3) Hindar atau minimalkan aktivitas yang berat
R/: Aktivitas berat dapat memperparah kondisi dan
menyebabkan nyeri bertambah
4) Kolaborasi dengan pemberian analgetik
R/: Menurunkan
atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan
dan ancaman kematian
Tujuan: Klien dapat
mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang.
Rencana
tindakan :
1) Kaji
respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/:
Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2) Kaji
respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/:
Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3) Perlakukan
pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/:
Memberikan dukungan emosi
4) Berikan
informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/:
Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5) Bantu
klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/:
Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6) Kaji
mekanisme koping yang digunakan klien
R/:
Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan
dan prosedur yang kurang steril
Tujuan: Tidak
terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana
tindakan :
1) Catat
perubahan tanda vital
R/:
Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2) Catat
adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan
nyeri panggul
R/:
Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak
terdeteksi
3) Monitor
involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/:
Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan
4) Perhatikan
kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis
dan saluran kencing
R/:
Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5) Tindakan
kolaborasi
a) Berikan
zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
b) Beri
antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi
).
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan
perdarahan
Tujuan : tidak terjadi syok dan kondisi klien
dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1)
Monitor tanda vital tiap 5-10
menit
R/: Perubahan perfusi jaringan menimbulkan
perubahan pada tanda vital
2)
Catat perubahan warna kuku,
mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di
jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang
dingin
3)
Berikan transfusi whole blood (
bila perlu )
R/: Whole blood membantu menormalkan volume
cairan tubuh.
1.4 Evaluasi Tindakan
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan
memberikan hasil :
a. Tanda vital dalam batas normal :
1) Tekanan
darah : 110/70-120/80
mmHg
2) Denyut
nadi :
70-80 x/menit
3) Pernafasan
: 20 – 24 x/menit
4) Suhu
: 36 – 37 oc
b.
Kadar Hb
: Lebih atau sama dengan 10 g/dl
c.
Gas darah dalam batas normal
d.
Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
e.
Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan
perasaan psikologis dan emosinya
f.
Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
g.
Klien tidak merasa nyeri
h.
Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya (Reza
Syahbandi, 2013)
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hubungan Faktor Resiko
dengan Pendarahan Pasca Partum
1)
Grande multipara
Uterus
yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua
kala persalinan. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
perdarahan postpartum. Hal ini disebabkan pada ibu dengan paritas tinggi yang
mengalami persalinan cenderung terjadi atonia uteri. Atonia uteri pada ibu
dengan paritas tinggi terjadi karena kondisi miometrium dan tonus ototnya sudah
tidak baik lagi sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah pada
tempat implantasi plaseta yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum. (Oktinikilah, 2009)
2)
Perpanjangan persalinan
Bukan
hanya rahim yang lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan tetapi
juga ibu yang kelelahan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah.(Oktinikilah, 2009)
3)
Chorioamnionitis
Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput
ketuban yang juga akan merusak selaput amnion sehingga bisa pula pecah.
Penyebabnya adalah peningkatan tekana intracterine seperti pada kehamilan
kembar dan polihidromion,trauma pada amniosintesis, hipermotilitas uterus
dimana kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat, menekan selaput amnion.
Semua hal tersebut dapat menyebabkan
ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban pecah dini tetapi his (‑) sehingga
pembukaan akan terganggu dan terhambat sementara janin mudah kekeringan karena
pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan atau
pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan.
Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan
persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin Jalan lahir.
Sehingga persalinan menjadi kering ( dry labor). Akibatnya terjadi persalinan
yang lama. (Iche Baretz, 2012)
4)
Hipertensi
Hipertensi
atau tekanan darah tinggi terjadi ketika darah yang dipompakan oleh jantung
mengalami peningkatan tekanan, hingga hal ini dapat membuat adanya tekanan dan
merusak dinding arteri di pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan darahnya di atas 140/90 mmHG (berarti 140 mmHg tekanan
sistolik dan 90 mmHg tekanan diastolik). Hipertensi pada kehamilan banyak
terjadi pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun atau di atas 40, kehamilan dengan
bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan pertama.
5)
Kehamilan multiple
Uterus
yang mengalami peregangan secara berlebihan akibat keadaan-keadaan seperti bayi
besar, kehamilan kembar dan polihidramnion cenderung mempunyai daya kontraksi
yang jelek. (Oktinikilah, 2009)
6)
Injeksi Magnesium
sulfat dan Perpanjangan pemberian oxytocin
Terjadi
relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi,
atonia uteri dan perdarahan post partum.
Stimulasi
dengan oksitoksin atau protaklandin dapat menyebabkan terjadinya inersia
sekunder karena kelelahan pada otot-otot uterus(
(Oktinikilah, 2009)
4.2 Perdarahan Post Partum
berdasar Penyebabnya
a. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan
postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri.
Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri
dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri
juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan
mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang
banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit
dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim
membesar dan lembek.
Terapi terbaik
adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang
normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila
sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus
di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu
lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari
dinding rahim.
Pada perdarahan yang
timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat
mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan
atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh
balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan
kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal,
yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh.
Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi
yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor
predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus
terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar
misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus
seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio
ekonomi yaitu malnutrisi. (Abdul Bari, dkk, 2008)
b. Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta
adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
1)
Plasenta belum terlepas dari
dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya:
a)
Plasenta adhesiva : plasenta
yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b)
Plasenta inkreta : vili
khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke
miometrium
c)
Plasenta akreta : vili
khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d)
Plasenta perkreta : vili
khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
2)
Plasenta sudah terlepas dari
dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang
akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum
lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta
sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau
rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan. (Abdul Bari, dkk, 2008)
c. Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah
kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini
merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya
tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu
pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari
yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke
bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra,
atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap
bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah
perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari
pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat,
bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang
tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran. (Abdul Bari,
dkk, 2008)
d. Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri
adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke
dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi
di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan
berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan
mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio
uteri :
1) Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam
kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2) Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3) Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan
sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1) Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2) Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1)
Uterus yang lembek, lemah,
tipis dindingnya.
2)
Tarikan tali pusat yang
berlebihan.
Frekuensi inversio
uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Gejala klinis inversio uteri :Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pemeriksaan dalam :
1)
Bila masih inkomplit maka pada
daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina
teraba tumor lunak
Kavum uteri sudah
tidak ada (terbalik). (Abdul Bari, dkk, 2008)
e. Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi
karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai
warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil
diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya
hematoma ini dapat diserap kembali secara alami. (Dian Husada, 2011)
f. Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir
merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
1)
Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan
robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum
pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan
dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan servik uteri
2)
Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum
3)
Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
4)
Laserasi pada traktus genitalia
sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang
menyertai kontraksi uterus yang kuat. (Dian Husada, 2011)
4.3 Penatalaksanaan khusus
berdasarkan penyebab
a.
Atonia uteri
1)
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
2)
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan
pengurutan uterus
3)
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
4)
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
a)
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi
uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus
dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
b)
Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan
pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh
darah didalam miometrium.
c)
Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari
tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan
pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut
arteri femoralis. ( Widfa Satriani, 2013)
b.
Retensio plasenta dengan separasi parsial
1)
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil.
2)
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi
tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
3)
Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan
40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
4)
Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus.
5)
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
6)
Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
7)
Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole
1 g supp/oral ). ( Widfa Satriani, 2013)
c.
Plasenta inkaserata
1)
Tentukan diagnosis kerja
2)
Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang
kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
3)
Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk
melahirkan plasenta.
4)
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5)
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan speculum
6)
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak
jelas.
7)
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang
klem tersebut.
8)
Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
9)
Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam
tarik plasenta keluar perlahan-lahan. ( Widfa Satriani, 2013)
d.
Ruptur uteri
1)
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan
siapkan laparatomi
2)
Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3)
Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus
4)
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan
lakukan histerektomi
5)
Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6)
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi. ( Widfa
Satriani, 2013)
e.
Sisa plasenta
1)
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
2)
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3)
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
4)
Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama
10 hari. ( Widfa Satriani, 2013)
f.
Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
1)
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
2)
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
3)
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap
4)
Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
5)
Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi
lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
a)
Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung
robekan
b)
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub
mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke
sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no
2/0.
c)
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
d)
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub
kutikuler
e)
Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika
untuk terapi. ( Widfa Satriani, 2013)
g.
Robekan serviks
a)
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
b)
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
c)
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai
robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan
kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
d)
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri dan perdarahan paska tindakan
e)
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda
infeksi
f)
Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah
8 gr% berikan transfusi darah( Widfa Satriani, 2013)
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Perdarahan
post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran dan
biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital. Perdarahan
postpartum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan postpartum primer, yang terjadi
dalam 24 jam setelah bayi lahir dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi
lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi
Banyak faktor yang dapat
menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (tone dimished, trauma,
tissue, thrombin). Faktor resiko yang dapat menyebabkan perdarahan post partum
antara lain grande multipara, perpanjangan persalinan, chorioamnionitis,
hipertensi , kehamilan multiple, injeksi magnesium sulfat, perpanjangan
pemberian oxytocin.
Tanda dan gelaja perdarahan postpartum
secara umum antara lain perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam
waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Pasien mengeluh
lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil. Pada perdarahan melebihi 20%
volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi
(>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%), extremitas dingin, sampai
terjadi syok.
Komplikasi yang dapat terjadi pada
kasus perdarahan postpartum adalah anemia dan kematian akibat perdarahan yang
tidak segera ditangani. Diagnosa yang muncul antara lain kekurangan volume cairan berhubungan
dengan perdarahan pervaginam, gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam,
nyeri berhubungan dengan
terputusnya inkontinuitas jaringan, ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian,
resiko infeksi berhubungan
dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril dan resiko syok hipovolemik berhubungan
dengan perdarahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Baretz,
Iche. 2012. “Ketuban Pecah Dini”, (Online), ( http://ichemidwife.blogspot.com/2012/05/ketuban-pecah-dini_28.html,
diakses pada 5 Mei 2014)
Chapman,
Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan
dan Kelahiran. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2008. Profil Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2010. Profil Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Dina, Darmin. 2013. Faktor Determinan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Majene
Kabupaten Majene. STIKES Bina Bangsa Majene. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
Erawati,
Ambar Dwi. 2010. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Persalinan Normal. Jakarta: EGC.
Fransisca.
2012. Perdarahan Post Partum.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Kusuma Surabaya.
Jaya, Reza Syahbandi Jasmawi. 2013. “Asuhan
Keperawatan Perdarahan Post Partum” (Online),(http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/08/askep-perdarahan-post-partum.html, diakses pada 20 April 2014)
Lestari,
Dian Husada Ika Devi. 2011. “Perdarahan Post Partum”, (Online), (
http://dianhusadaikadevilestari.blogspot.com/p/perdarahan-post- partum_12.html,
diakses pada 5 Mei 2014)
Manuaba,
I.B.G, dkk. 2007. Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta: EGC
Morgan,
Geri dan Carole Hamilton. 2009. Obstetri
& Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2. Jakarta: EGC.
Oktinikilah. 2009. “Paritas Vs Perdarahan
Postpartum”, (Online), ( http://oktinikilah.blogspot.com/2009/03/paritas-vs-perdarahan-postpartum-1.html,
diakses pada 5 Mei 2014)
Oxorn,
Harry dan William R.Forte. 2010. Ilmu
Kebidanan:Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia
Medika.
Saifuddin,
Abdul Bari, dkk. 2008. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin,
Abdul Bari, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Satriani,
Widfa. 2013. “Makalah Perdarahan Post Partum”, (Online),( http://ippha-lmh.blogspot.com/2013/06/makalah-perdarahan-post-partum.html,
diakses pada 20 April 2014)
Stright,
Barbara R. 2004. Panduan Belajar:
Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Edisi 3. Jakarta:EGC.